Minggu, 22 Januari 2023

Policy Brief

OPTIMALISASI TELE-HEALTH DIMASA PENDEMI COVID -19 MELALUI : PERAN PERAWAT DENGAN TELE-NURSING

 oleh

Ns. Dewi Ratna Sari, MKep., MM., FISQua 

(email dewi.s2kep@gmail.com)

Tulisan ini Pernah Terbit Dalam Koran Cahaya Menado Th. 2021

----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 

Ringkasan Eksekutif

Wabah pandemi covid 19 tidak hanya melanda Indonesia, ketika pemerintah menyatakan wabah pandemi covid 19 pada bulan maret 2020, seketika itu juga semua aktifitas kegiatan menjadi terganggu. Dengan meningkatnya angka infeksi dan kematian akibat covid 19, masyarakat takut untuk berkunjung ke rumah sakit guna memeriksakan kesehatannya. Tele-medicine atau tele-health merupakan layanan kesehatan jarak jauh melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi yang dapat memberikan solusi pelayanan Kesehatan di masa pandemi covid 19. Salah satunya cara dengan melibatkan peran perawat sebagai educator. Rumah sakit dapat menciptakan pelayanan tele-medicine atau tele-health dengan mengoptimalkan peran perawat melalui layanan online yang disebut dengan tele-nursing. Namun kenyataannya, belum ada kebijakan publik yang secara khusus dibuat untuk mengatur pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan melalui tele-nursing. Usulan rekomendasi ini nantiya untuk mendorong kebijakan publik yang ditujukan kepada Kementerian atau Lembaga terkait agar melakukan kajian terhadap kebijakan tele-nursing. Manfaat kajian ini adalah agar kebijakan selanjutnya dapat lebih dikembangkan dengan melibatkan pihak seperti pemerintah dan organisasi profesi. Kebijakan public tentang tele-nursing diharapkan dapat bermanfaat bagi derajat kesehatan masyarakat di masa pandemic covid 19.

Pendahuluan

World Health Organization (WHO) telah telah menyatakan menyatakan adanya kejadian pandemi covid-19 dan Indonesia juga telah menetapakan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO mengumumkan bahwa COVID-19 menjadi pandemi di dunia.

Pemerintah indonesia pada tanggal 31 Maret 2020 telah menetapkan covid 19 sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat melalui Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2020, dan di susul dengan Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) sebagai bencana nasional pada tanggal 13 April 2020. Data sampai dengan tanggal 25 September jumlah kasus terkonfirmasi covid 19 sebanyak 266.845 dan diantaranya 60.431 kasus (22.6%) dalam status aktif. Tercatat sebanyak 196.196 (73.5%) dinyatakan sembuh, 10.218 kasus (3.8%) dinyatakan meninggal. (Keputusan Dirjen Pelayanan Kesehatan, 2020)

Tingginya kasus infeksi dan kematian akibat Covid-19 menyebabkan masyarakat takut untuk berkunjung ke rumah sakit, karena rumah sakit dianggap sebagai episentrum penyebaran Covid-19. Semua rumah sakit dituntut untuk siap dan mampu memberikan pelayanan bagi semua penderita covid 19 yang datang ke rumah sakit. Bahwa rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan bagi penanganan Corana Virus Disease 2019 (covid 19) perlu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara berencana dan berkelanjutan sesuai standar.

Menurut Irwandy (2020) bahwa lebih dari setengah (53%) dari 155 negara yang disurvei menyatakan akses dan layanan masyarakat untuk pengobatan hipertensi menjadi tertunda. Selama masa pandemi, terjadi fenomena penundaan mencari perawatan yang dilakukan oleh para penderita penyakit kronis. Secara global, menurut data riset BBC, 130.000 pasien non-Covid 19 meninggal karena tidak memperoleh layanan kesehatan yang semestinya.

Ketakutan masyarakat akan risiko tertularnya virus covid 19, harus mampu diantisipasi oleh semua rumah sakit dimasa pandemi ini. Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator manajemen mutu dalam institusi pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien berhubungan dengan banyak hal, baik secara langsung maupun tidak langsung, mulai dari infeksi nosokomial, jumlah hari perawatan, biaya perawatan, sampai kepuasan pasien. Terjaminnya keselamatan pasien di sebuah pelayanan kesehatan, akan berdampak pada minimnya penularan infeksi nosokomial. Minimnya kejadian infeksi nosokomial, maka jumlah hari dan biaya perawatan juga akan berkurang. Jumlah hari perawatan yang wajar dan biaya perawatan yang terjangkau, akan memberikan nilai baik pada kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan yang diberikan oleh institusi pelayanan kesehatan tersebut (WHO, 2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, Pasal 29 menyatakan beberapa tugas perawat adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi pasien, serta sebagai pengelola pelayanan keperawatan. Perawat, sebagai profesi dengan jumlah terbesar dalam pelayanan kesehatan dituntut untuk mampu memberikan asuhan keperawatan yang aman dan berkualitas termasuk dimasa pandemi Covid-19.

Salah satu solusi untuk menjawab kekhawatiran masyarakat terhadap resiko penularan Covid- 19 di pelayanan kesehatan adalah dengan pemanfaatan teknologi dan informasi dalam pelayanan Kesehatan. Menurut definisi dari WHO, tele-medicine juga dikenal sebagai tele-health merupakan pengiriman layanan perawatan kesehatan dengan mempertimbangkan jarak dan menggunakan teknologi informasi serta komunikasi, meliputi: pertukaran informasi diagnosis, pengobatan dan pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan dan masih terdapat pulau-pulau kecil, maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Peraturan pemerintah ini dikeluarkan guna memfasilitasi rumah sakit terpencil yang membutuhkan pelayanan yang tidak tersedia di RS nya sehingga dapat merujuk secara online ke rumah sakit yang memiliki pelayanan lebih lengkap. Dimana hal ini seiring dengan salah satu tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah pemerataan pelayanan kesehatan ke seluruh di Indonesia (Kemenkes, 2015).

Layanan kesehatan khususnya keperawatan jarak jauh dengan menggunakan media teknologi informatika memberikan kemudahan bagi masyarakat. Selain itu juga dikatakan bahwa dengan semakin berkembangnya penggunaan internet dan diikuti pula dengan perkembangan dalam dunia kesehatan dan keperawatan sehingga telemedicinetelehealth dan telenursing menjadi alternatif dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan (McLean et al, 2013).

Scotia (2017) berpendapat bahwa teknologi yang dapat digunakan dalam tele-nursing sangat bervariasi meliputi: telepon, personal digital assistants, smartphone, mesin faksimili, tablet, komputer, internet, video dan audio conferencing dan system informasi computer. Tele-nursing juga melibatkan proses pemberian pendidikan kesehatan kepada klien, serta adanya sistem rujukan. Selain itu tele-nursing juga tetap mengharuskan adanya hubungan terapeutik antara perawat dan klien, dalam tele-nursing hubungan tersebut dapat terbina melalui penggunaan telepon, internet atau alat komunikasi yang lainnya.

Menurut Asiri (2016), terdapat sedikit perubahan dalam pemberian asuhan keperawatan melalui tele-nursing tetapi hal tersebut tidak merubah prinsip pemberian asuhan keperawatan secara fundamental. Sedangkan menurut Sanderson (2018), seorang perawat yang melakukan tele-nursing tetap menggunakan proses keperawatan untuk mengkaji, merencanakan, mengimplementasikan, mengevaluasi dan mendokumentasikan asuhan keperawatan.

Optimalisasi peran perawat sengan penyelenggaraan praktik tele-nursing memungkinkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien tanpa mengharuskan perawat bertemu langsung dengan pasien sehingga dapat mengurangi penyebaran Covid-19 dari perawat ke pasien, ataupun sebaliknya. Selain itu memungkinkan keterbatasan biaya yang dimiliki oleh masyarakat, namun masyarakat tetap dapat memperoleh pelayanan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien.

Tantangan Yang Dihadapi

Sesuai dengan amanat undang-undang, Pemerintah dalam upaya kesehatan merupakan  kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan wajib dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat (UU No. 36 Tahun 2009). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 tahun 2019, pasal 9 ayat 1c dikatakan bahwa sumber daya manusia penyelenggara pelayanan tele-medicine salah satunya adalah tenaga kesehatan lain. Namun pada kenyataannnya dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu  Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK 02.01/Menkes/303/2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), belum memperhatikan dalam pemberian kewenangan terhadap profesi professional lainnya seperti Perawat. Dimana perawat melalui perannya dapat turut serta dalam memaksimalkan pelayanan kepada pasien di masa pandemi Covid-19.

Guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan kesehatan, dimana permasalahan kesehatan pasien tidak hanya selalu pada tahapan kuratif. Disini diperlukan sebuah pemikiran bagaimana rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan bagi pasien melalui tenaga kesehatan  professionalnya, diharapkan dapat tetap memberikan pelayanan kesehatan dimasa Pandemi Covid-19. Khususnya perawatan berkelanjutan bagi pasien selama di rumah yang belum mendapat perhatian termasuk pasien pasca perawatan Covid-19.

Harapan masyarakat dan pasien disaat pandemi covid-19 ini adalah adanya keterlibatan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit paska pasien dirawat, tanpa harus terbatas pada risiko penularan Covid-19. Penerapan tele-nursing merupakan tantangan dalam memberikan pelayanan keperawatan berkelanjutan selama pasien di rumah, sehingga akan meningkatkan kepuasan pasien dan peningkatan parstisipasi aktif keluarga.

Tujuan dari tele-nursing tidak untuk membentuk diagnosis medis melainkan lebih fokus pada informasi, dukungan, dan meningkatkan pengetahuan. Melalui tele-nursing, perawat mampu melakukan monitoring, memberikan pendidikan kesehatan, follow up, pengkajian dan pengumpulan data, melakukan intervensi, memberikan dukungan pada keluarga serta perawatan yang inovatif dan kolaborasi. Selain itu dalam penerapan tele-nursing, perawat melakukan pengkajian lanjutan, perencanaan, intervensi, dan evaluasi terhadap hasil perawatan.

Asuhan keperawatan jarak jauh diperlukan suatu kebijakan umum dari pemerintah untuk mengatur praktek, standar operasional prosedur (SPO), etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan. Kegiatan tele-nursing membutuhkan integrasi antara startegi dan kebijakan untuk mengembangkan praktek keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan serta pelatihan keperawatan (Jensen, 2011).

Tantangan utama dalam penyelengaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah bagaimana perawat berperan penting untuk mendukung tim medis dalam mengontrol penyakit, kebutuhan dalam edukasi kesehatan, memberikan dukungan dan saran serta mengidentifikasi pelayanan terbaik untuk mencapai hasil yang optimal bagi pasien dan keluarga melalui tele-nursing. Penerapan tele-nursing memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan akses keperawatan, menekan biaya dan meningkatkan hasil akhir dari perawatan kesehatan.

Beberapa tuntutan ini merupakan isu strategis yang harus segera direspon dengan pembuatan kebijakan publik agar menjadi usaha peningkatan kualitas kesehatan nasional Indonesia hingga ke seluruh daerah terpencil. Untuk menerapkan tele-nursing di Indonesia secara maksimal tentu saja ada beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain sumber daya manusia kesehatan yang mengerti teknologi, sarana dan prasarana teknologi informasi yang memadai, tersedianya panduan dan standar praktek, adanya kode etik dan suatu badan yang akan mengatur praktek tele-nursing dengan profesi kesehatan yang lain sebagai bagian dari praktek tele-health.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat sesuai untuk pengaplikasian tele-nursing sebagai jawaban atas permasalahan kurang meratanya pelayanan kesehatan di wilayah Indonesia seperti tertuang Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Tele-medicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Alternatif Pilihan Kebijakan

Untuk menjawab tantangan tersebut maka diperlukan adanya kebijakan publik terkait mengoptimalisasi tele-medicine atau tele-health melalui peran perawat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan tele-nursing. Alternatif kebijakan dapat berupa :

1.     Membuat peraturan tambahan dari Surat Edaran yang telah dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK 02.01/Menkes/303/2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang secara khusus tentang peraturan penyelenggaraan praktek pelayanan keperawatan secara online atau disebut tele-nursing di semua pelayanan kesehatan dimasa pandemi ini. Penyelenggaraan pelayanan ini mengacu kepada pelaksanaan peran perawat sesuai dengan kewenangan perawat.

2.     Dikembangkannya aturan standar dari organisasi profesi (PPNI) terkait lingkup kewenangan perawat dalam memberikan pelayanan dengan pemanfaatan tehnologi dan informasi atau tele-health dimasa pandemic. Standar dari organisasi profesi PPNI terkait aspek legal, kode etik, protokol dan panduan tele-nursing yang perlu diatur secara terperinci agar menjamin pelayanan keperawatan berbasis tehnologi. Sehingga pelayanan tele-nursing yang diberikan oleh perawat kepada pasien terjadi interaksi secara profesional dengan dipayungi oleh peraturan yang jelas. Peraturan yang perlu diatur secara jelas dalam praktik tele-nursing antara lain adalah siapakah perawat yang berwenang memberikan pelayanan melalui tele-nursing, lingkup tindakan keperawatan apa yang dapat dilakukan melalui tele-nursing, bagaimana bentuk pendokumentasian asuhan dalam melakukan proses tele-nursing dan SPO pelaksanaan tele-nursing. Seperti halnya peraturan yang telah dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran melalui Tele-medicine pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia untuk menjadi acuan bagi tenaga medis dalam praktek pelayanan tele-medicine di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kelebihan dan Kekurangan Alternatif Kebijakan

Alternatif pilihan kebijakan pertama yang dapat dilakukan adalah membuat peraturan turunan atau peraturan tambahan dari Surat Edaran Nomor HK 02.01/Menkes/303/2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).  Peraturan yang dikeluarkan melalui surat edaran tersebut hanya lebih kepada pelayanan kuratif atau pengobatan, dengan adanya alternatif turunan dari kebijakan ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.

Adapun kelebihannya adalah  menjadi tersedianya regulasi yang adekuat untuk fasilitas pelayanan kesehatan dapat memberikan pelayanan tele-health menjadi lebih lengkap karena semua Profesional Pemberi Asuhan (PPA) diharapkan dapat terlibat secara maksimal memberikan pelayanan kesehatan menggunakan tehnologi informasi, terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan kesehatan yang mana permasalahan kesehatan pasien tidak hanya selalu pada tahapan kuratif, memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan akses keperawatan, menekan biaya dan meningkatkan hasil akhir dari perawatan kesehatan berkelanjutan.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ghoulami-Shilsari & Esmaeilpour Bandboni (2019) bahwa tele-nursing dalam asuhan keperawatan pasien memiliki manfaat memberikan pendidikan kesehatan dan mengubah perilaku kesehatan pasien, menguatkan dan mendukung pasien dalam proses pembuatan keputusan terhadap program perencanaan perawatan pasien yang akan dilakukan sehingga dapat meningkatkan hasil dari intervensi yang telah dilakukan serta menurunkan komplikasi terhadap penyakit kronik yang diderita, memberikan dukungan kepada pasien dalam menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan penyakit kronik yang diderita seperti kelemahan, ketidakmampuan fisik, kecemasan yang menetap, ketidakpuasan terhadap kondisi yang dialami, ketakutan akan kematian, dan periode kekambuhan penyakit yang sering; serta lebih ekonomis karena memangkas waktu dan biaya yang dikeluarkan jika pasien atau perawat harus bertemu secara langsung.

Selain kelebihan, terdapat kekurangan dari alternatif kebijakan yang diusulkan. Kekurangan yang dapat dimungkinkan timbul adalah menimbulkan dilema secara legal etik dalam praktik tele-nursing ketika dapat dilaksanakan. Dilema legal etik tersebut yaitu ketika perawat memutuskan masalah kesehatan yang terjadi pada pasien, tanpa melakukan pengkajian fisik secara langsung ke pasien. Hal ini dapat berdampak pada kesalahan perawat dalam menegakkan masalah keperawatan atau diagnosa keperawatan, sehingga perawat dapat mengalami ketidaktepatan dalam membuat rencana tindakan dan melakukannya melalui tele-nursing. Dengan demikian yang menjadi harapan pasien dan tujuan asuhan keperawatan tidak dapat tercapai.

Rekomendasi

Usulan rekomendasi ini ditujukkan kepada lembaga terkait yaitu Kementerian Kesehatan dan PPNI, adalah:

a.     Melakukan kajian lanjutan dari Peraturan Menteri  Kesehatan dan Surat Edaran Menteri Kesehatan yang sudah ada terkait pelaksanaan atau implementasi dari tele-medicine atau tele-health yang hanya menyoroti aspek pelayanan kuratif.

b.     Melibatkan semua pihak untuk berkoordinasi, baik pemerintah, organisasi profesi, akademisi, dan perwakilan perawat secara independen dalam pembuatan kebijakan public.

c.     Dibuatnya kebijakan publik yang mengatur tentang aspek legalitas kewenangan profesi perawat dalam keterlibatannya untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui tele-nursing, agar mengoptimalisasi secara aplikatif di mengenai pelayanan tele-medicine atau tele-health di lapangan di masa pandemic Covid-19.

d.     Dari organisasi profesi (PPNI) mengembangkan lebih lanjut mengenai lingkup kewenangan perawat, jenis pelayanan keperawatan, pendokumentasian keperawatan serta aspek legal etik.

e.     Membuat turunan dari Peraturan Menteri Kesehatan atau Surat edaran Menteri Kesehatan khususnya terkait implementasi optimalisasi peran perawat melalui pelayanan tele-nursing sebagai pelengkap pelayanan tele-medicine atau tele-health yang sudah banyak berlangsung di pelayanan kesehatan dimasa pandemi Covid-19 di Indonesia.

Rekomendasi dan alternatif kebijakan yang diajukkan diharapkan mampu mengatasi masalah kurang mengoptimalisasi pelayanan tele-medicine atau tele-health dengan melibatkan peran perawat sebagai salah satu tenaga professional pemberi asuhan (PPA) melalui pelayanan tele-nursing. Dengan harapan dapat membatu kebutuhan masyarakat di masa pandemi Covid-19 yang mengalami kekhawatiran untuk mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan dari risiko paparan dari virus Covid-19.

 

Daftar Pustaka

Asiri, H., & Househ, M. (2016). The Impact of Telenursing on Nursing Practice and Education : A Systematic Literature Review, 105–109. https://doi.org/10.3233/978-1-61499-664-4-105

Ghoulami-Shilsari, F., & Esmaeilpour Bandboni, M. (2019). Tele-Nursing in Chronic Disease Care: A Systematic Review. Jundishapur Journal of Chronic Disease Care, In Press(In Press). https://doi.org/10.5812/jjcdc.84379

Irwandy. (2020). 4 Gelombang Besar Pandemi Covid 19 Menghantam Sistem Pelayanan Kesehatan. Departemen Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat : Universitas Hasanuddin. https://theconversation.com/4-gelombang-besar-pandemi-covid-19-menghantam-sistem-pelayanan-kesehatan-142049

Jensen, B. T., Kristensen, S. A., Christensen, S. V., & Borre, M. (2011). Efficacy of telenursing consultations in rehabilitation after radical prostatectomy: a randomized controlled trial study. International Journal of Urological Nursing, 5(3), 123-130.

Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan. (2020). Nomor HK. 02.02/I/4405/2020 tentang Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Kesiapan RS Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). (2020). Peraturan Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran melalui Telemedicine pada masa pandemi COVID 19 di Indonesia.

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2015. http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/lain-lain/PMK-No-97-Th 2015-ttg-Peta-Jalan-Sistem-Informasi-Kesehatan-Tahun-2015-2019.pdf

Kementrian Kesehatan RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan

McLean, S., Sheikh, A., Cresswell, K., Nurmatov, U., Mukherjee, M., Hemmi, A., & Pagliari, C. (2013). The impact of telehealthcare on the quality and safety of care: A systematic overview. PLoS ONE, 8(8). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0071238

Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Nomor HK.02.01/Menkes/303/2020 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

Sanderson, B. A. (2018). The satisfactions of telenursing, 24(7), 32–34.

Scotia, T. n. J. o. T. a. T.-D. m. w. e. c. t. O. (2017). Telehealth nursing. Journal of Telemedicine and Telecare;10:239-244, 10:239-244.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MUSWIL DPW PPNI DKI JAKARTA 2022


MUSWIL DPW PPNI DKI JAKARTA







Selasa, 29 Maret 2022

 Cara Melihat Iuran Yang Sudah Lunas


1. Buka website https://ppni-inna.org/

2. Klik Membership

3. Masukan USERNAME dan PASSWORD

4. Klik Data Pribadi

5. Klik Data Keanggotaan

6. Akan muncul data yang sudah lunas dengan keterangan tanda ceklis hijau

Selasa, 03 April 2018

ARTIKEL


KREATIVITAS YANG MENGGILA

“The worst enemy to creativity is self-doubt”
(Sylvia Plath)

Tulisan ini pernah dimuat di Buletin BBPK Kemenkes Jakarta
Edisi Edisi September 2017


Pendahuluan
Pernahkah mendengar atau melihat quote di atas ? Quote tersebut mempunyai arti kurang lebih : “Musuh utama kreativitas adalah ragu-ragu”. Sylvia Plath (27 Oktober193211 Februari1963) dikenal sebagai seorang penyair, novelis, cerpenis dan penulis esai asal Amerika Serikat. Salah satu novel semi-autobiografinya yang paling fenomenal adalah  The Bell Jaryang menceritakan perjuangan melawan depresi(Poetry Foundation, 2017). Namun pernahkah kita tahu bahwa untuk menjadi seseorang yang dikenal di zamannya saat itu, ia pun pernah mengalami stress, blocking, bingung, merasa tak punya satu ide, serta dilingkupi rasa ragu apakah karyanya akan disukai orang lain. Sampai akhirnya ia berusaha “meng-kreatif-kan” dirinya untuk meminimalisir semuanya itu dengan cara membuat mind map dan kemudian menulis bebas tanpa memperdulikan apapun. Bahkan ia pun membuat jadwal khusus untuk memperbanyak membaca dan menonton TV.

Saya seringkali mendapatkan fenomena dari lingkungan sekitar ataupun mendengar secara langsung ketika mahasiswa kesehatan under estimated dengan dirinya sendiri : “Saya tidak bisa, Bu. Saya kan tidak kreatif, yang lain saja, Bu. Dia (sambil menunjuk temannya) itu yang kreatif”. Saya tak habis pikir bagaimana bisa statement ini bisa muncul di kalangan well educated ? Sudahkah ada usaha untuk “meng-kreatif-kan” seperti yang dilakukan Sylvia Plath ?

Dunia pendidikan (termasuk di dalamnya institusi yang mencetak tenaga kesehatan) pun tampaknya juga hanya terpatri untuk terus meng-update kemampuan kognitif siswanya menjadi tenaga kesehatan yang full of knowledge, namun tidak full of creativity. Sebenarnya hal ini tidak hanya ditemui di dunia pendidikan kesehatan di Indonesia, namun juga di seluruh dunia pada umumnya. Karwowski (2010) menyatakan bahwa sifat kreatif seringkali dianggap sepele dan tidak dianggap penting ada dalam karakteristik seorang siswa yang diharapkan di institusi pendidikan.

Pembahasan
Satu hal yang harus disyukuri, perhatian dunia terhadap kreatifitas mulai mengalami pergeseran yang menggembirakan. Khususnya di bidang keperawatan, saat inituntutan global juga “memaksa’ perawat untuk lebih kreatif dalam membuat inovasi keperawatan. Kreatifitas seorang perawat mempunyai peran yang sangat signifikan dalam pemberian layanan kesehatan, terlebih jumlah perawat hampir mencapai 80% dari jumlah tenaga kesehatan secara keseluruhan di dunia (Isfahani, Hosseini, Khoshknab, & Khanke, 2015).

Karwowski (2010)pernah melakukan penelitian dengan responden 630 guru (84% guru perempuan) untuk mengidentifikasi 5 karakteristik orang yang kreatifitas. Berdasarkan penelitian tersebut, disimpulkan adanya 5 karakteristik utama sehingga orang tersebut disebut kreatif atau tidak, yaitu : dinamis, cerdas, ramah dan mempunyai rasa empati (Cronbach’s  .80). Dalam penelitian tersebut, ia pun menunjukkan banyak hal-hal yang mengejutkan dimana dibuktikan bahwa sifat kreatif dapat membangun kehidupan yang lebih baik, memperkuat individu dan masyarakat sekitarnya, bahkan berpengaruh terhadap pembangunan bangsa. Kaboodi & Jiar (2012) menambahkan karakteristik orang yang kreatif adalah orang yang tidak hanya mampu beradaptasi dengan lingkungan baru, namun juga orang yang mampu menstimulus untuk memproduksi pengetahuan baru di luar ilmu yang dipelajari.

Wang & Taichung (2011)juga pernah melakukan penelitian pada 133 siswa di Amerika Serikat untuk mengetahui hubungan antara pencapaian hasil belajar dengan tingkat kreativitas. Seluruh responden pada penelitian tersebut menerima buku untuk mengidentifikasi tingkat kreativitasnya dan daftar pertanyaan. Hasil tes kemudian dikirimkan  ke Scholastic Testing Service Scoring Center untuk dikaji. Hasil penelitian tersebut menyatakan adanya hubungan antara pencapaian hasil belajar dengan tingkat kreativitas.

Zhang (2010) pun juga pernah mengadakan penelitian serupa, dimana diketahui bahwa sikap kreatif ternyata berpengaruh terhadap kepemimpinan seseorang. Pemimpin yang kreatif akan lebih mudah untuk mengidentifikasi masalah, mencari informasi dan seringkali mempunyai ide alternatif sebagai usaha dalam memecahkan masalah. Menjadi kreatif tentunya tidak datang serta merta dalam diri seseorang. Amabile (1988) dalam Zhang (2010) menyebutkan bahwa faktor intrinsik dan motivasi internal merupakan faktor yang dapat membentuk sifat kreatif ini.

Salah satu contoh karya kreatifitas yang menggila yang dicontohkan oleh perawat Indonesia yang sedang melanjutkan studi di Universitas Indonesia (UI) adalah Sigit Mohammad Nuzul, S.Kep dan Budhi Mulyadi, M.Kep.,Sp.Kom serta Ahmad Zaki Anshori, S.Kom. Karya “gila” mereka bernama ATM Sehat yang memperoleh Juara 1 Lomba Inovasi Universitas Indonesia tahun 2017, menjadi finalis lomba inovasi Kemenristekdikti tahun 2017 dan memperoleh penghargaan Tanoto Foundation Student Research Award tahun 2017(Medianers, 2017). Bahkan karya mereka telah terdaftar Hak Paten di Kementerian Hukum dan HAM RI. Hebatnya lagi, ATM Sehat ciptaan mereka telah diproduksi oleh PT. Telehealth Indonesia untuk dipasarkan. ATM sehat mereka merupakan alat monitor kesehatan (tekanan darah, cek gula darah dan berat badan) yang dilengkapi dengan AED(Automatic External Devices) cek tekanan darah.


Sumber gambar : Medianers. (2017). Karya Anak Negri ATM Sehat Layanan Mirip ATM Bank. Diunduh pada tanggal 7 April 2017 di https://medianers.blogspot.co.id/2017/03/Anjungan-telehealth-masyarakat-sehat-atm-sehat.html.

Kesimpulan
Berdasarkan fenomena, dampak yang dirasa dan hasil penelitian yang mendukung, maka dapat disimpulkan bahwa seorang tenaga kesehatan, apapun profesi kesehatannya, sangat dibutuhkan sifat kreatifitas, bahkan kreatifitas yang menggila.


REFERENSI
Isfahani, S. S., Hosseini, M. A., Khoshknab, M. F., & Khanke, H. R. (2015). Nurses ’ Creativity : Advantage or Disadvantage. Iran Red Crescent Med, 17(2), 1–6. http://doi.org/10.5812/ircmj.20895
Kaboodi, M., & Jiar, Y. K. (2012). Cognitive and trait creativity in relation with academic achievement. International Journal of Social Science and Humanity, 2(5). http://doi.org/10.7763/IJSSH.2012.V2.132
Karwowski, M. (2010). Are creative students really welcome in the classrooms ? Implicit theories of “ good ” and “ creative ” student ’ personality among polish teachers. Procedia Social and Behavioral Sciences, 2, 1233–1237. http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2010.03.179
Medianers. (2017). Karya Anak Negri ATM Sehat Layanan Mirip ATM Bank. Diunduh pada tanggal 7 April 2017 di https://medianers.blogspot.co.id/2017/03/Anjungan-telehealth-masyarakat-sehat-atm-sehat.html.
Poetry Foundation. (2017). Sylvia Plath.Diunduh pada tanggal 6 April 2017 di https://www.poetryfoundation.org/poems-and-poets/poets/detail/sylvia-plath
Wang, A. Y., & Taichung, N. (2011). Contexts of Creative Thinking : A Comparison on Creative Performance of Student Teachers in Taiwan and the United States. Journal of International and Cross-Cultural Studies, 2(1), 1–14.
Zhang, X. (2010). Linking empowering leadership and employee creativity : The influence of psychological empowerment , intrinsic motivation and creative process engagement. Academy of Management Journal, 53(1), 107–128.

Alamat Korespondensi :
Ratna Aryani
Staf dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta I,
Jalan Cilandak Raya No.47 Cilandak Jakarta Selatan,

Hp : 085880293939, Email : ratna_aryani@poltekkesjakarta1.ac.id